Garut – Permasalahan penyalahgunaan Dana Desa (DD) sepertinya bukan hal yang biasa lagi di telinga masyarakat. Mulai dari oknum aparat desa hingga badan pengawas desa terjerumus kedalam hal tersebut. Alih-alih memfokuskan diri pada upaya mensejahterakan lingkungan desa, tetapi mereka lebih memikirkan urusan pribadi.
Sebagaimana yang terjadi di Desa Karangsari, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Oknum Ketua BPD Dayu Samsyurijal yang diduga telah mengambil uang dari Dana Desa sebesar Rp. 55 juta, dengan dalih untuk pembangunan TPT, ternyata uang tersebut digunakkan untuk kepentingan pribadinya.
“Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa Karangsari, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Asep Busro. Diceritakanya, bahwa kronologi pengambilan uang tersebut berawal dari Ketua BPD yang datang kepada bendahara, dirinya dengan alasan mengambil uang untuk realisasi pembangunan TPT.
“Uang senilai Rp 55 juta dikasihkan kepada ketua BPD dengan keterangan untuk pembangunan TPT. Namun setelah beberapa bulan, TPT belum juga terwujud pembangunannya.
“Masyarakat Desa Karangsari merasa dirugikan, dengan adanya sepihak ketua BPD Dayu Samsyurijal mengambil dana untuk pembangunan lingkungan tersebut. Setahu kami, Dana Desa diperuntukan sebagai pemberdayaan masyarakat di Desa Karangsari. Saya merasa malu apabila BPD yang notabenenya sebagai pengawas seluruh kebijakan yang ada di Desa, malah menggunakan kewenangan mereka untuk hal yang merugikan masyarakat Desa Karangsari,” kata Abo.
“Kami sebagai masyarakat Desa Karangsari mengecap tindakan dari ketua BPD sekaligus akan mendesak Bupati Garut untuk memberhentikan sementara oknum Ketua BPD,” tegasnya.
“Perbuatan penyalahgunaan keuangan desa seperti Alokasi Dana Desa merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh perangkat desa. Apabila di lakukan, maka yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Selain itu, perbuatan tersebut juga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (” UU 31/1999″) sebagaimana diubah oleh Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 31Tahun 1999 Tentang Pemberantasang Tindak Pidana Korupsi, dimana ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang berakibat dapat merugikan keuangan negara.” (T.Wirama)