Majalengka – Rapat Pembahasan Tiga Sekolah yang Roboh DPRD Majalengka Komisi 3 dan 4 dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka,yang dilaksanakan di ruang paripurna DPRD kabupaten Majalengka pada Senin, 3 Februari 2025, terpaksa batal dilanjutkan.
Hal ini terjadi setelah Kepala Dinas Pendidikan Majalengka, H. Umar Ma’ruf, meminta izin meninggalkan rapat untuk menghadiri Rapat Pimpinan (Rapim) di Gedung Yudha Abdi Negara Pendopo Majalengka.
Keputusan tersebut memicu kekecewaan anggota DPRD yang menilai bahwa rapat penting ini harus dihadiri langsung oleh Kadisdik, sebagai penanggung jawab kegiatan rehab sekolah 2024.
Agenda utama rapat ini adalah membahas robohnya beberapa bangunan sekolah yang terjadi pada Januari 2025, termasuk SDN Bongas, SDN Teja 2, dan SMPN 1 Sindangwangi.
Wakil Ketua DPRD Majalengka, H. Deden Herdian Narayanto, memimpin sidak terhadap insiden ini,temuan awal mengindikasikan perlunya klarifikasi dari Disdik, pengawas Dinas PUTR, serta pihak rekanan yang bertanggung jawab atas pengerjaan proyek rehabilitasi sekolah tersebut.
Ketua Fraksi PAN Komisi 3 DPRD Majalengka, H. Rona Firmansyah, menyatakan bahwa rapat pembahasan akan segera dijadwalkan ulang dengan syarat Kadisdik dan direktur perusahaan rekanan hadir langsung,kehadiran mereka sangat penting untuk memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban atas pengerjaan proyek yang didanai melalui DAU APBD Majalengka 2024.
“Pengerjaan proyek sekolah tidak dilakukan secara asal-asalan dan harus sesuai spesifikasi dalam RAB,Kita tidak ingin kejadian memalukan ini terulang lagi. Kualitas pengerjaan harus terjamin setidaknya untuk 15 tahun ke depan.”ujarnya
Rona Firmansyah Menjelaskan Dengan total 38 sekolah yang rusak dan 3 di antaranya ambruk, DPRD Majalengka menegaskan pentingnya perhatian serius terhadap proyek-proyek pembangunan dan rehabilitasi sekolah.
“Mereka berharap perencanaan dan pelaksanaan ke depan dapat lebih profesional demi menjamin keselamatan dan kenyamanan siswa dalam belajar di sekolah.”ujar Rona Firmansyah
Rona Firmansyah mengatakan Sama halnya dengan masalah proyek infrastruktur pada umumnya, masalah PBJ terletak pada perencanaan, pemilihan penyedia, pengawasan pembangunan, dan pemeriksaan hasil pekerjaan sebelum proses serah terima dan pembayaran. Dalam sejumlah kasus yang telah ditindak APH, masalah utama terjadi karena kurangnya pengawasan, baik oleh instansi teknis terkait maupun perusahaan penyedia jasa konsultansi terpilih.
“Lemahnya pengawasan membuka celah untuk penyedia menurunkan spesifikasi dan jumlah material bangunan. Dalam skala yang lebih serius, yaitu di mana korupsi melibatkan pihak SKPD, sekolah, atau instansi berwenang terkait, proyek diserahterimakan dan dilakukan pembayaran meski tidak selesai sebagaimana mestinya. Banyaknya bangunan sekolah yang tak tahan lama dan mangkrak merupakan buah dari masalah ini.”pungkasnya