HUKRIM

Duel Berdarah di Arena Sabung Ayam Kintamani Bangli,Menguak Jejak Kelam Mangku Luwes, 2016 Divonis 17 Tahun Penjara

×

Duel Berdarah di Arena Sabung Ayam Kintamani Bangli,Menguak Jejak Kelam Mangku Luwes, 2016 Divonis 17 Tahun Penjara

Share this article

 

BUSERJATIM GRUOP –
Bangli  – Suasana di Banjar Tabh, Songan, Kintamani, Bangli, mendadak mencekam pada Sabtu (14/6) sore. Sebuah video kericuhan di arena sabung ayam menyebar cepat, memperlihatkan insiden tragis yang berujung pada tewasnya seorang pria, Komang Alam (37).

Lebih mengejutkan lagi, terduga pelaku adalah I Wayan Luwes alias Mangku Luwes (40), seorang mantan narapidana yang baru dua bulan bebas dari Lapas Nusakambangan, dan kini dalam kondisi kritis.

Apa sebenarnya yang terjadi di balik insiden berdarah ini, dan bagaimana rekam jejak kelam Mangku Luwes?

Peristiwa mengerikan ini bermula sekitar pukul 16.00 WITA, saat Mangku Luwes tiba di arena tajen. Sumber di lokasi kejadian menyebutkan bahwa Luwes datang dalam kondisi mabuk.

“Diduga saat itu Mangku Luwes datang dalam kondisi mabuk,” ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Dalam keadaan gelisah, Luwes langsung mencari penanggung jawab arena.

Pertemuannya dengan Komang Alam berujung pada adu mulut yang memanas.

Video yang beredar menunjukkan Komang Alam memegang tongkat panjang, sementara Mangku Luwes menggenggam pisau besar. Ketegangan memuncak, dan perkelahian tak terhindarkan.

Nahas, pisau yang dibawa Mangku Luwes mengenai perut Komang Alam. Meski terluka parah, pria bertato itu sempat berdiri.

Namun, Mangku Luwes juga dikabarkan terluka akibat terkena taji (pisau aduan ayam).

Keduanya segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Bangli. Sayangnya, Komang Alam dinyatakan meninggal dunia setelah mendapatkan perawatan intensif.

Sementara itu, kondisi Mangku Luwes kritis dan direncanakan akan dirujuk ke RSUP Prof. Dr. IGNG Ngoerah Denpasar.

Nama I Wayan Luwes alias Mangku Luwes bukanlah nama baru di catatan kepolisian. Ia adalah terpidana kasus penebasan maut di jalan menuju Pura Kayu Selem, Desa Songan, Kintamani, Bangli, pada tahun 2016, yang membuatnya divonis 17 tahun penjara.

Kasus tersebut cukup menggegerkan publik dengan kronologi yang brutal.

Dalam pra-rekonstruksi kasus tahun 2016, terungkap bahwa insiden bermula saat Komang Kresna Wijaya, yang di bawah pengaruh narkoba, terjatuh dari motornya dan ditertawakan oleh korban I Gede Pasek.

Merasa tersinggung, Kresna mengadu kepada Mangku Luwes. Mendengar pengaduan itu, Luwes naik pitam dan bersama adik serta anaknya, menuju lokasi kejadian. Kresna bahkan sempat mengambil kapak dari kamarnya.

Setibanya di lokasi, Kresna menunjukkan Gede Pasek kepada Luwes

Dengan senjata tajam di tangan (Kresna membawa kapak, Luwes membawa pentungan kayu dan pedang), mereka menyerang korban.

Pengakuan Luwes yang berbelit-belit, bahkan mengaku meredam amarah Kresna, dimentahkan oleh saksi-saksi yang menyatakan ia justru proaktif memulai penganiayaan.

Dalam adegan rekonstruksi yang mengerikan, Luwes (diperankan polisi) paling awal maju dan memukul Gede Pasek dengan pentungan hingga korban terjatuh.

Kemudian, Kresna menghujamkan kapaknya berkali-kali ke kepala korban hingga terkapar bersimbah darah.

Kini, Mangku Luwes kembali terlibat dalam insiden berdarah, kali ini di arena sabung ayam, dan diduga dalam kondisi mabuk.

Pihak kepolisian dan TNI telah dikerahkan untuk mengamankan lokasi kejadian guna mengantisipasi aksi balas dendam dari kerabat kedua belah pihak.

[ dd99 ]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Polemik Dugaan Intimidasi Polwan Terhadap Jurnalis di Renon, Ini Penjelasan Aipda Pt Denpasar – Polemik dugaan intimidasi yang dilakukan seorang oknum polisi wanita (Polwan) terhadap jurnalis Radar Bali di kawasan Lapangan Renon, Denpasar, menuai perhatian publik. Namun, oknum yang disebut, yakni Aipda Pt, membantah keras tudingan tersebut dan memberikan klarifikasi atas insiden yang terjadi pada Minggu (6/7/2025) sore. Kepada Radar Bali, Aipda Pt menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan intimidasi. Ia menyebut bahwa kejadian bermula saat dirinya kebetulan melintas dan melihat dua orang jurnalis tengah terlibat adu argumen sembari saling merekam satu sama lain menggunakan ponsel. > “Saya berharap media besar seperti Radar Bali tidak memuat berita yang menyimpang dari fakta hanya karena sentimen pribadi. Perlu saya tegaskan, saya tidak pernah melakukan intimidasi,” ujar Aipda Pt melalui pesan WhatsApp, Minggu malam. Menurutnya, upayanya murni untuk meleraikan adu mulut dan menjaga ketertiban di ruang publik, mengingat lokasi kejadian berada di kawasan strategis yang saat itu sedang dijaga karena keberadaan Kapolda dan pejabat utama (PJU) Polda Bali. > “Saya khawatir pertikaian tersebut bisa memicu kekerasan fisik. Maka saya bertanya, ada masalah apa? Saya imbau agar diselesaikan secara dewasa, atau jika perlu, laporkan secara resmi,” tambahnya. Setelah itu, kedua jurnalis dikabarkan menghentikan aksi saling merekam dan membubarkan diri. Aipda Pt juga menyampaikan bahwa ia sempat menegur salah satu jurnalis Radar Bali karena melanggar aturan lalu lintas, yakni berboncengan tanpa helm saat melintasi gapura utama lapangan. > “Saya lakukan itu bukan karena hubungan pribadi atau institusi, tapi karena tanggung jawab sebagai aparat untuk menjaga ketertiban umum,” katanya. Namun demikian, Aipda Pt menyayangkan itikad baiknya justru disalahartikan. Ia menyebut berita yang terbit sebagai fitnah dan penyimpangan fakta. Respons dari Wartawan Lain: Soal Etika dan Profesionalisme Sementara itu, dalam keterangan terpisah, jurnalis independen bernama Dede yang juga terlibat dalam insiden tersebut, menyatakan bahwa komunikasi awal dari pihak Radar Bali tidak mencerminkan etika profesional antar sesama wartawan. > “Dia berbicara kasar dan meremehkan media kecil, dengan mengatakan media saya tidak terdaftar di Dewan Pers. Padahal seharusnya, media besar justru merangkul, bukan melecehkan,” ucap Dede. Dede mengaku kecewa karena momen ketegangan tersebut justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperkeruh suasana dengan narasi sepihak. Pentingnya Etika dan Klarifikasi dalam Dunia Jurnalistik Polemik ini menyoroti pentingnya sikap profesional, etika komunikasi, dan verifikasi fakta dalam pemberitaan, terutama jika melibatkan sesama wartawan dan aparat penegak hukum. Insiden kecil di ruang publik berpotensi membesar apabila tidak diiringi itikad baik dan klarifikasi yang adil. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari institusi kepolisian (Polda Bali) terkait dugaan intimidasi tersebut. Namun, publik berharap agar kedua belah pihak dapat menyelesaikan perbedaan secara bijak demi menjaga hubungan harmonis antara media dan aparat di lapangan Red
HUKRIM

DENPASAR, BUSERJATIM.COM GROUP – Polemik dugaan intimidasi yang…