DAERAH

Abah Bogel Tagih Transparansi dan Akuntabilitas Program 100 Hari Kerja Bupati Majalengka

×

Abah Bogel Tagih Transparansi dan Akuntabilitas Program 100 Hari Kerja Bupati Majalengka

Share this article
Abah Bogel SMM

Matamaja Group || Majalengka – Dalam semangat perubahani dan harapan baru terhadap kepemimpinan pasangan Bupati H. Eman Suherman dan Wakil Bupati Dena Muhammad Ramdan, masyarakat Majalengka menantikan realisasi nyata dari janji-janji kampanye, termasuk program 100 hari kerja serta 26 program prioritas yang diklaim sebagai landasan percepatan pembangunan daerah.

Namun, memasuki pertengahan tahun 2025, sejumlah pertanyaan fundamental mulai mencuat dari publik, terutama terkait minimnya transparansi, lemahnya akuntabilitas, serta absennya pelibatan masyarakat dalam implementasi kebijakan tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Yayasan Suara Masyarakat Majalengka (SMM) Asep Nurdiansyah yang akrab disapa Abah Bogel dalam sebuah pernyataan tertulisnya, Senin (16/6/2025). Dia menyoroti pelaksanaan program 100 hari kerja tersebut.

1. Ketidakjelasan Waktu dan Standar Capaian, Tidak terdapat penetapan resmi atau pengumuman terbuka mengenai kapan program 100 hari dimulai dan diakhiri. Tanpa dasar waktu yang jelas, maka program ini kehilangan relevansi sebagai ukuran kecepatan eksekusi dan komitmen awal pasangan kepala daerah.

2. Minimnya Transparansi dan Pelaporan Publik Sampai saat ini, tidak ditemukan laporan resmi mengenai realisasi program 100 hari, indikator capaian, maupun penggunaan anggaran untuk tiap kegiatan. Situs resmi Pemkab, media lokal, hingga saluran informasi publik tidak menampilkan progres yang bisa diakses atau diverifikasi masyarakat.

3. Ketidakjelasan Alokasi Anggaran Per Kegiatan. Misalnya, program Makan Bergizi Gratis disebut memiliki alokasi Rp 5 miliar, namun tidak dijelaskan rincian alokasi per sekolah, porsi, atau supplier. Demikian pula pada program beasiswa, perbaikan jalan, akta gratis, dan pelatihan kerja. Tanpa transparansi angka, publik kesulitan melakukan pengawasan fiskal.

4. Tidak terlihat adanya pelibatan unsur akademisi, LSM, media, atau tokoh masyarakat dalam proses perumusan, pelaksanaan hingga evaluasi program. Hal ini bertolak belakang dengan semangat demokrasi partisipatif dan pengawasan publik yang sehat.
5. Janji Program yang Normatif dan Tidak Terukur
Beberapa janji politik terkesan bombastis namun tanpa indikator keberhasilan yang terukur. Misalnya, janji “membuka 10.000 lapangan kerja” tidak diikuti dengan penjelasan sektor mana yang disasar, jenis pekerjaan, dan metode pencapaiannya.

“Janji adalah utang politik. Masyarakat Majalengka berhak tahu sejauh mana janji-janji yang disampaikan saat kampanye benar-benar direalisasikan secara serius dan bertanggung jawab,” tegas Abah Bogel

Dia menyatakan akan segera mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Kabupaten Majalengka serta eksekutif, guna meminta penjelasan resmi atas pelaksanaan program 100 hari dan program prioritas lainnya.

“Majalengka tidak butuh slogan. Majalengka butuh bukti,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *